Kamis, 12 September 2019


SEDERHANA

Cintaku begitu sederhana
Kau pernah membuat aku jatuh hati
Akan tetapi ternyata sebuah permainan
Mungkin juga karena aku tidak tau cara main
Sehingga sakit hati mudah saja datang

Cintaku begitu sederhana
Kau terima peduli dan kasihku
Aku berterimakasih
Jika kau menolak
Tak apa, kau berhak memilih dan bertindak

Cintaku begitu sederhana
Karena darah lukaku tak perlu sampai padamu
Bahagiamu dan senyummu adalah cukup
Bagiku penerimaanmu atas diriku lebih dari cukup

Cintaku begitu sederhana
Tak ingin memaksa perasaanku dan perasaanmu
Aku sudah rela
Aku sudah membuat hidupku kembali ceria
Penuh rona bahagia, semoga

Cintaku begitu sederhana
Kau bersama dia
Aku disini menghapus rasa
Kelak aku juga akan bersama dengan 'dia'
Seperti dirimu

Cintaku begitu sederhana
Cepat mencinta, cepat terluka dan patah,  tapi juga cepat sembuh
Walau buih rindu belumlah sirna
Tapi cinta ini pupus dengan cara amat sederhana

Rabu, 14 Agustus 2019

Amargo Katresnan

Aku tresno kowe
Kayata rembulan kanggo tresno wahyu ne
Wahyu ing sajroning manahku amargo katresnan
Amung amargo katresnan

Ebun ngasrepake wayah esuk
Srengenge ndadekke anget wayah awan
Rembulan madhangi wayah wengi
Kuwi amargo diciptakake roso tresno

Paningalku ngedipake aran tulus
Kupingku ngrungokke katresnanmu 
Lesanku nyebut kowe kanti kangen
Nanging, aku mamang marang iki

Tresno iki mundhut gambar kowe
Bakal dipigura gagah sajroning pojok manah 
Nanging, tresno kuwi uga masygul
Yen manahku den pahat kuciwo

Aku mung biso mesem
Nutupi bolongan tatu ing manah
Sorot paningal bungahmu agawe saras
Kowe dudu dokterku, nanging dek e pasienmu

(Boso jowo ing sajroning tresno
ojo sampek lali)

(terjemahan)
Sebab cinta

Aku mencintaimu
Seperti bulan mencintai sinarnya
Sinar di dalam hatiku ada karena cinta
Hanya karena cinta

Embun menyejukkan pagi
Matahari menghangatkan siang
Bulan menerangi malam
Itu karena terciptanya cinta

Mataku mengedipkan ketulusan
Telingaku mendengarkan kasihmu
Mulutku menyebutmu penuh rindu
Namun, aku ragu dengan ini

Cinta ini memotret dirimu
Membingkai gagah di sudut ruang hati
Namun cinta itu juga sakit
Ketika hatiku dipahat kecewa

Aku hanya mengulum senyum
Menutupi rongga luka di hati
Sorot mata bahagiamu membuatku sembuh
Kau bukan dokterku, tapi dia pasienmu

Selasa, 13 Agustus 2019


HANYA TOPENG

Aku mulai mencintai kesendirian dan kesepian
Aku mulai sembuh?
Mungkin
Tidak lagi berhembus canda mulut kami, kata menghangatkan berubah beku
Keras
Aku belajar tengadah tangan pada kedalaman hati
Karena inilah obatku, aku harus sembuh
Di masa dulu
Melalui susunan abjad, kau menanamkan biji harap
Kata punya kekuatannya sendiri
Percayalah sayang, itu menyesakkan aku
Ketika kekuatan kata berbalik menyerangku
Ganas
Mungkin memang benar aku hidup dengan berbagai topeng
Kadang aku merasa sehat dan kuat
Nyatanya hanya topeng
Kadang aku nampak ikhlas dan damai
Nyatanya hatiku tidak, ya! itu hanya topeng
Kadang aku mengirim senyum manis
Nyatanya hanya topeng
Kadang aku terlihat bijak dan anggun
Nyatanya hanya topeng
Kadang aku menolak mengakui rindu
Nyatanya hanya topeng
Ahh ribuan topeng ku lepas pasang
Bekas-bekasnya mendendam
Ahh tolonglah sayang, pahami
Itu hanya 'kadang'
Aku lebih baik dari sebelumnya
Semoga badai menenteng kabar baiknya
Untukku, untukmu
Semoga petir melecutkan kilatan cahayanya
Untuk menerangi bahagiaku, bahagiamu
Kebijakan percaya atau tidak
Itu pada genggaman masing-masing

Jumat, 09 Agustus 2019


Aku kehilangan rindu
Dia terbang dicengkeram elang
Kini dihatiku tiada lagi rindu
Hanya ada bekas cakar elang
Selamanya akan ada bekas
Tapi aku rela kehilangan rindu
Demi melihat rindumu dan rindunya
Apa ada relasinya dengan rindu ini?
Entahlah
Intinya aku kehilangan rindu
Tak ku sangka rindu ini sudah tak lagi bertahta
Jingga senja meruntuhkan rasa rinduku
Biarkan kepak sayap merpati membawa rinduku
Aku tak ada kekuatan menahan hadirnya rindu
Tapi aku senang kini rindu tak punya kekuatan
Kekuatan untuk membunuh malamku
Lewat tetes jernih airmata pun, rindu tak lagi hadir
Dia semakin jauh
Membawa serta laraku



KITA AKAN JADI YATIM


     Baju pink dan rok hitam lengkap dengan sepatu biru ku kenakan dengan perasaan yang aneh. Aku mengendarai motor beat dan membonceng temanku, Devy. Motor itu sejak pagi telah terparkir dihalaman pondok Al-Fadholi, Merjosari, Lowokwaru, Kota Malang. Motor beat warna merah putih melaju  di siang hari yang lumayan terik, menuju cafe roekloos di jalan sigura-gura 3. Tempat itu sebagai basecamp komunitas Himpunan Amal Pecinta Yatim chapter campus dengan jargon”Berbagi Cinta Berbagi Bahagia”. Siang itu, 5 Agustus 2019 kami bersama ketua komunitas akan pergi ke daerah Krebet, Bululawang, Kabupaten Malang untuk takziah karena ibu adik yatim, Arin dan Arini yang beberapa hari lalu telah meninggal dunia.
Ketua HA, sebutan akrabnya kak Bunbun, nama aslinya belum tahu, dan salah satu anggota lainnya bernama kak Azzam.  Kami ber-empat menuju lokasi takziah, dimana aku dibonceng kak Azzam dan Devy bersama kak Bunbun yang mengendarai motor beatku. Alasan formasi demikian karena lokasi yang akan ditempuh cukup jauh, jadilah kami yang perempuan nebeng.
    Perjalanan siang tak terasa panas tetapi terasa sejuk karena adanya gesekan angin dengan laju motor yang dikendarai.  Sore yang diiringi awan mendung menemani perjalanan takziah kami, ketika sampai dirumah duka adik yatim, kami disambut kerabat dan nenek dari adik yatim tersebut. Perkenalkan mereka, adik Arin yang kini berada dibangku kelas 5 SD dan adiknya bernama Arini yang berada dikelas 2 SD yang telah menjadi yatim piatu.
       Menurut nenek Arin dan Arini, sebelum anaknya meninggal dunia (ibu dari Arin dan Arini) meminta maaf atas segala kesalahan dan mengatakan menitipkan kedua anaknya kepada beliau. Nenek tersebut berurai airmata sembari mengenang sebelum kepergian anaknya, Almh. Ibu Tutik. Almarhumah meninggal ketika menderita penyakit paru-paru.
   Hal lain yang membuat sesak adalah mengetahui bahwa kini kedua putri almarhumah yang masih amat belia harus ditinggalkan sang ibu, setelah 5 tahun sebelumnya juga ditinggalkan sang ayah. Jadilah, mereka menjadi putri yatim piatu dan hanya hidup bersama nenek tercinta. Kesedihan sang nenek tak sampai disitu, 5 hari sebelumnya adik dari Almh.Ibu Tutik atau paman dari Arin dan Arini juga pergi menghadap Allah padahal beliau merupakan tulang punggung keluarga tersebut dan beliau meninggalkan seorang anak. “seminggu iso kelangan loro anakku” ucap beliau dengan suara amat berat. “dadi putuku sing yatim saiki telu” lanjut nenek yang terlihat kenyang dengan pahitnya hidup itu.
Manusia sudah pasti akan menghadapi kematian dan yang ditinggalkan akan mengalami kesedihan. Tapi lebih dari perasaan sedih itu, kita sebagai manusia yang kelak juga akan menjadi mayat dengan berbalut kain kafan dan berbaring dikubur, sendirian.  Hendaknya mengingat kematian, kemudian mempersiapkan bekalnya. Dari kisah kedua adik yatim, Arin dan Arini hati menjadi seolah bergejolak. Akal segera memikirkan sesuatu hal yang niscaya menimpa diri suatu waktu, kehilangan orangtua.
      Diri yang semakin dewasa, menyiratkan bahwa ayah dan ibu semakin menua. Mungkin saja waktu mereka didunia tak lagi banyak untuk menemani kita. Pada akhirnya, kita juga akan menjadi yatim atau yatim piatu kan. Tapi do’a tak akan pernah pupus, melainkan terus harus terus disemai dan tak bosan  meminta pada Sang Maha Pencipta agar orangtuaku, orangtua kita diberi panjang umur.
            Kematian tetangga, orangtua, kakek, nenek, kekasih, suami, atau istri dan bahkan sahabat terdekat hendaknya menjadi pelajaran bagi setiap manusia, menjadikan ia ingat bahwa kelak dia juga akan menghadapi mati. Sesungguhnya kebenaran itu tak dapat disangkal, kematian tidak bisa diundur atau dimajukan barang sedikitpun. Namun sekali lagi, pasti terjadi tanpa kita ketahui kapan waktunya.
   Allah memenuhi janjiNya sesuai yang terdapat dalam kalamullah dalam sebuah surah, yang artinya “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati...” Bagi orang yang yakin dan percaya, maka sungguh Allah tidak mengingkari janjiNya dan selalu bersikap adil.
           Presiden saja mati maka orang biasa juga mati. Orang berduit, orang korupsi, pemerintah yang merampas tanah rakyat juga mati. Seperti kita ketahui, teladan kita, makhluk paling baik akhlaqnya dan kharisma kepemimpinannya yaitu Rasululllah SAW juga wafat. Para wali, ulama’, pembela kemanusiaan juga mati. Tentu saja itulah keadilan Allah. Maka tinggal manusia yang memilih bagaimana menghiasi hidupnya sebelum ditulis tanggal kematiannya diatas batu nisan. Maka menghadapi keniscayaan itu, selama orangtua kita masih berdiri gagah bersama kita, jadilah anak yang berbakti. Jika tidak bisa, maka jangan menyulitkan mereka.
     Bisa jadi nanti atau esok, lusa, minggu depan, bulan depan orangtua kita ternyata akan dipanggil oleh Allah. Seperti adik kita Arin dan Arini yang tak punya kedua orangtua lagi, tapi mungkin bedanya mereka menjadi yatim piatu sebelum orangtuanya menua. Sedangkan kita masih diberi kesempatan menemani hari senja orangtua kita, maka sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbakti sebelum hilangnya kesempatan. Tidak ada salahnya cerita ini menjadi pengingat kita bersama. toh sebelumya kita sudah tau, hanya pengingat barangkali terlupa. Jangan bosan mengkritik tulisan ini. Sekian, terimakasih.

Selasa, 30 Juli 2019

Menanam beton

Kenapa ya bapak yang memakai dasi itu suka menyuruh yang lain menanam beton?
Pak tani, apa kau tau kenapa dia tidak lebih suka menanam padi. Buat makan orang-orang melarat seperti kami. Mengisi perut yang seringkali di isi dengan air putih saja.
Kami lebih mencintai pak tani, yang mengenyangkan perut kami dari hasil panen-panennya.

Kami ini tidak makan dari panen betonmu atau besimu itu kan? Hai pak berdasi.
Harusnya biji padi ataupun cabe yang ditanam, atau menanam jagung, tebu, sayur mayur, coklat, kopi, pohon mahoni, pohon kapuk, pohon apa sajalah.
Tak cukup banyak kah beton yang telah ditanam.

Tanamanmu tak memberi hasil oksigen, hai pak berdasi. Sekali lagi.
Kau tau bukan, kami melarat di negara berkembang ini?
Harusnya kami makan dengan lahap, nasi putih hangat dengan lauk ikan, sayur melimpah. Bukan nasi karak dan ikan asin setiap hari, karena tanamanmu tak ikut menghasilkan sayur. Bahkan apa yang sedang disebut industrialisasi membunuh ikan sebagai lauk kami.

Lalu kami harus bagaimana?
Apa bapak-bapak dan ibu-ibu kami, para petani itu harus pontang panting atas merosotnya harga sayur di pasar?
Kalau anjlok, apalah daya
Yang naik darahnya, bahkan dengan ububan kemarahan membuang hasil panennya
Tomat bagai sambal diatas aspal, muncrat dilindas sepeda dan mobil